Mendengkur menimbulkan sejumlah risiko penyakit, juga menyebabkan kegemukan.
Di antara Anda, adakah yang yakin bahwa tidur Anda benar-benar sehat dan berkualitas? Mungkin hanya sedikit saja yang dapat memastikannya. Pasalnya, jarang sekali ada yang benar-benar memerhatikan kualitas tidurnya sebelum kemudian sadar kalau tidurnya bermasalah.
Bahkan, kebiasaan seperti mendengkur atau ngorok juga seringkali dianggap sebagai hal yang lumrah saat tidur. Mendengkur kerap tak dinilai sebagai suatu kondisi yang menimbulkan ancaman bagi kesehatan. Yang lebih parah, ngorok dianggap sebagai pertanda seseorang tidur nyenyak.
Faktanya, anggapan keliru tersebut masih melekat. Tak heran bila banyak orang masih belum sadar kalau tidurnya bermasalah. Kebiasaan mendengkur merupakan salah satu jenis gangguan tidur yang paling banyak dialami dan dihiraukan oleh banyak orang.
Seperti yang diungkapkan Arie Cahyono, dokter spesialis THT dari RS Premier Bintaro, mendengkur adalah kondisi yang tak boleh dianggap sepele. Walau 'ngorok' merupakan bunyi yang diakibatkan penyempitan di saluran nafas, tetapi kondisi tersebut bisa berakibat fatal bagi kesehatan.
"Bunyi itu muncul karena jalan nafas terhalang sehingga ada getaran pada langit-langit rongga mulut dekat tenggorokan akibat udara yang melewatinya saat bernafas melalui mulut. Penyebabnya beragam, bisa karena sumbatan di daerah THT misalnya polip pada hidung, sumbatan pada langit-langit mulut atau lidah yang ukurannya besar," ujar Arie dalam acara Health Talk bertema 'Jangan Sepelekan Tidur Mendengkur' di RS Premier Bintaro, Rabu (30/5/2012) kemarin.
Arie memaparkan, walaupun masih ringan mendengkur sebaiknya tidak dibiarkan. Pasalnya, dalam jangka panjang dengkuran ini berpotensi menimbulkan gangguan lebih serius. Bahkan bila mendengkur sudah dalam tahap berat, maka dapat menimbulkan kondisi henti nafas atau disebut obstructive sleep apnea (OSA).
OSA, papar Arie, adalah henti napas saat tidur yang terjadi berulang-ulang karena sumbatan jalan napas atas yang diikuti dengan menurunnya kadar oksigen darah. Hal ini dapat menimbulkan berbagai efek buruk, karena tubuh akan kekurangan oksigen yang berulang sepanjang malam. "Dapat menyebabkan stres pada jantung dan organ lain, memperberat kerja jantung, kualitas tidur buruk, badan tidak segar saat bangun dan siang hari mudah mengantuk," jelasnya.
Beberapa riset, lanjut Arie, juga mengaitkan OSA dengan sejumlah risiko penyakit degeneratif seperti hipertensi, jantung koroner, diabetes melitus, stroke, bahkan kanker. Menurut penelitian, bila (mendengkur) dibiarkan lebih dari empat tahun, maka risiko seseorang mengidap berbagai penyakit tersebut akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena tubuh kekurangan oksigen secara kronis dan terus menerus, sehingga sel-sel tubuh mengalami peradangan.
Klinik tidur
Untuk mencegah risiko kesehatan akibat buruknya kualitas tidur, Arie menyarankan mereka yang mengalami gangguan tidur seperti mendengkur sebaiknya memeriksakan diri di fasilitas klinik pemeriksaan tidur (sleep clinic). Ini adalah klinik khusus yang dirancang untuk mempelajari gangguan yang terjadi di saat tidur. Pemeriksaan kualitas tidur juga sangat disarankan bagi mereka yang dicurigai mengalami gangguan tidur selain mendengkur seperti sering mengantuk di siang hari atau mereka yang ketika bangun tidak merasa segar.
Dr Lanny S Tanudjaja dari Sleep Clinic RS Premier Bintaro memaparkan, di klinik tidur ada beberapa jenis pemeriksaan yang biasa dilakukan terhadap pasien, mulai dari konsultasi, pemeriksaan fisik untuk melihat bentuk rahang, kondisi dalam mulut termasuk lidah, langit-langit dan amandel, hingga pemantauan tidur di malam hari (sleep study). Untuk pemantauan tidur, pasien biasanya harus menginap semalam di klinik.
Dalam pemantauan tidur ini, pasien harus tidur minimal selama enam jam dan dipasangi berbagai alat untuk memantau serta merekam berbagai aktivitas tubuh selama tidur. Beberapa aktivitas yang direkam di antaranya listrik otak, gerakan bola mata, otot dagu, jantung. Selain itu, diukur pula kadar aturasi dalam darah pasein, rekaman dengkuran serta rekaman upaya bernafas dari otot dada perut.
"Dari sleep study tersebut, berbagai gangguan tidur dapat dideteksi. Misalnya apakah pasien mengalami OSA ," imbuh Lanny.
Seluruh hasil pemeriksaan menjadi pedoman dokter dalam menentukan sejauh mana kualitas tidur pasien, berikut jenis-jenis gangguan tidur yang dialami. Hal ini pula yang kemudian akan menjadi dasar penentuan terapi lebih lanjut, apakah pasien memerlukan tindakan medis seperti operasi dan pemasangan alat-alat khusus, atau sekedar modifikasi gaya hidup.
Klinik tidur, kata Lanny, merupakan layanan terbaru yang ditawarkan RS Premier Bintaro. Klinik ini melibatkan ahli-ahli dari beberapa disiplin ilmu kedokteran termasuk spesialis telinga, hidung dan tenggorokan serta spesialis paru.
(kompas.com)