Kamis, 27 Juni 2013

10 Kebiasaan yang Merusak Keuangan Keluarga


Jangan sampai keuangan keluarga inti berantakan karena niatan mulia membantu anggota keluarga lain.

Keinginan membahagiakan anggota keluarga terkadang mengalahkan kebutuhan. Meski tak mampu, keinginan ini tetap diwujudkan dengan alasan ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga. Alhasil, keinginan untuk selalu membahagiakan orang lain, termasuk anak-anak, terpenuhi namun hidup berutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Kondisi ini kerap ditemui Prita Hapsari Ghozie, dalam perjalanannya beberapa tahun menjadi financial planner. Dalam buku keduanya berjudul Make It Happen!, Prita menyebutkan masih banyak orang yang luluh pada niatan mulia. Seringkali orang berkorban untuk hal yang salah demi kepentingan yang baik menurutnya. Banyak orang yang menempatkan keamanan finansial keluarga dalam risiko demi membuat anggota keluarga lainnya bahagia.

"Kita menempatkan keinginan di atas kebutuhan karena kita berpikir itulah cara kita menunjukkan kasih sayang," jelasnya.

Banyak orang menempatkan keinginan di atas kebutuhan karena merasa itulah jalan terbaik untuk menunjukkan kasih sayang. Alhasil, selama beberapa dekade, terlalu banyak orang yang telah menghabiskan uang di atas hak dan kemampuannya dengan alasan memberi terbaik untuk keluarga.

Kebiasaan ini membuat seseorang kemudian kesulitan mewujudkan mimpi-mimpi pribadinya. Prita menyarankan, untuk mewujudkan mimpi mulailah jujur kepada diri sendiri. Prita punya cara untuk mengetes kejujuran Anda.

Pastikan Anda memilih sesuai dengan kondisi dan kebiasaan, dengan menjawab jujur "Ya"atau "Tidak" pada 10 kebiasaan yang umum ditemui dalam kehidupan personal atau keluarga dan menentukan kondisi keuangan Anda.

1. Saya kerap kali membelikan baju anak-anak yang mahal, karena takut mereka minder dengan teman-temannya yang sudah memiliki terlebih dahulu.
2. Saya ikut membantu kehidupan kakak atau adik meski artinya keluarga saya sendiri hidup dari utang kartu kredit.
3. Saya meminjamkan uang kepada teman yang terkena penyakit kritis, sehingga keluarga saya tidak lagi punya dana darurat.
4. Tagihan kartu kredit saya dipenuhi oleh hasil belanja untuk anak-anak, meski gaji saya sebetulnya tidak sebesar limit kartu kredit.
5. Saya berbelanja untuk mencari kesenangan dan menunjukkan "status" di depan teman dan saudara.
6. Saya hanya melakukan pembayaran minimum setiap tagihan kartu kredit datang.
7. Beberapa kali saya meminjamkan uang kepada saudara saya, tanpa meminta persetujuan pasangan.
8. Saya selalu katakan kepada anak-anak untuk tidak perlu mengkhawatirkan sekolah mereka hingga lulus, karena saya pasti akan memberikan yang terbaik sesuai keinginan mereka.
9. Saya akan menandatangani akad kredit atas nama saya untuk rumah milik kakak atau adik.
10. Saya kerapkali menyisihkan uang untuk keperluan darurat, namun selalu menghabiskannya.

Menurut Prita, jika Anda menjawab "Ya" untuk enam atau lebih dari penyataan di atas, maka Anda sebenarnya belum jujur dan terbuka mengenai bagaimana kondisi keuangan Anda kepada pasangan, anak, bahkan saudara.

"Saya percaya, orang yang suka berderma jauh dari kemiskinan. Namun, saya juga percaya bahwa berderma tetap harus dalam batasan kemampuan, karena tugas dan tanggung jawab utama kita adalah pasangan dan anak-anak, sebagai keluarga inti," tandasnya.
 

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar